WAFATNYA GURU DAN MURID BANGSA SERTA KRISIS KETELADANAN BERMEDIA


Berita Dukacita

        Rasa dan peristiwa duka cita atas meninggal dunianya seseorang tercinta tentu terjadi setiap hari di muka bumi (nusantara). Kabar beritanya kerap muncul dalam deretan posting di berbagai platform media, sebagaimana juga tersiar melalui toa-toa mushola atau masjid dan aneka medium amplifikasi lainnya: khas Indonesia. Setelah disiarkan dan banyak orang terinformasikan, hal penting berikutnya orang-orang dapat turut mendoakan, belasungkawa dan juga menindaklanjuti urusan yang berkenaan dengan hak dan kewajiban sepeninggal hidup anak bani Adam. Orang yang kabar wafatnya tersebar sebagian adalah sosok yang kita kenal, sebagian lagi seringkali sebaliknya. Di antaranya pun ada sosok yang barangkali 'bukan siapa-siapa' (nobody) bagi kita tetapi boleh jadi merupakan ‘orang penting' (important person) bagi orang lain. Berita dukacita dan persebarannya ada yang melibatkan sosok penting ternama, namun lebih banyak lagi yang menyangkut kalangan orang biasa pada umumnya. Era informatika menghadirkan peluang yang sama bagi semua orang untuk menyebarkan informasi apa saja seluas-luasnya berikut juga mengupayakannya menjadi trending; hot issue; viral.

        Ahmad Syafi'i Ma'arif, sosok sepuh yang sangat dihormati dan dilabeli sebagai 'Guru Bangsa', alim ulama dan cendekiawan muslim yang sempat atau bahkan selalu menjadi orang nomor satu di lingkungan Muhammadiyah, organisasi massa Islam terbesar ke-2 di Indonesia. Ahmad Syafi'i Ma'arif atau akrab disapa Buya Syafi'i adalah tokoh yang gigih memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, tak kenal lelah menggelorakan wacana dan praktek kebangsaan yang adil bijaksana. Beliau mendedikasikan seluruh hidupnya untuk ke-Islam-an yang berkemajuan lahir dan batin. Kini beliau tak lagi bersama kita di kehidupan dunia. Sosok sederhana dan terhormat ini telah pergi meninggalkan bumi Indonesia untuk selamanya pada Jumat 27 Mei 2022, di Gamping, Sleman, Yogyakarta pada usia 86 tahun, dikebumikan di Taman Makam Husnul Khotimah Muhammadiyah, Kulon Progo, Yogyakarta. Sulit disebutkan daftarnya, teramat banyak karya, kiprah dan jasa besarnya bagi Islam di nusantara dan seluruh bangsa Indonesia.

        Emmeril Kahn Mumtaz, pria kelahiran New York 25 Juni 1999, putra sulung dari pasangan Ridwan Kamil dan Atalia Praratya, santri sekaligus aktivis sosial, pada medio Juni 2022 namanya sempat menjejali berbagai pemberitaan media massa seantero nusantara. Emmeril, atau akrab disapa Eril, dinilai sebagai anak baik, murid teladan, sekaligus kakak yang sangat baik bagi kedua adiknya, Camillia Laetitia Azzahra dan Arkanan Aidan Misbach. Dalam lawatannya ke negeri Swiss bersama keluarga, Eril mengalami insiden yang membuat dirinya tak dapat menghindar dari tenggelam dan kemudian terbawa arus akibat kian menderasnya aliran air sungai Arae yang kala itu sedang ia renangi bersama banyak orang lainnya. Setelah sepekan dilakukan pencarian, putra sulung Gubernur Jawa Barat ini dinyatakan belum juga dapat ditemukan. Pihak keluarga pun kemudian menyatakan kerelaan dan mengikhlaskan kepergian Eril, selanjutnya kembali pulang ke tanah air sembari terus memantau perkembangan pencarian jasad almarhum. Dan akhirnya jenazahnya berhasil ditemukan. Syahid akhirat, demikianlah kalangan muslim mendefinisikan kepergiannya. Eril wafat di usianya yang ke-23, dikebumikan di pemakaman keluarga di Cimaung, Bandung, Jawa Barat, Senin 13 Juni 2022. Kisah hidup Eril diliputi banyak jejak kebaikan. Setidaknya begitulah banyak orang memberikan kesaksian sepeninggal wafatnya. 


Berjuang dalam Kesunyian

     Sebagaimana Buya Syafii, akun media sosial Eril terbilang jarang aktif mengabarkan update. Kontras dengan kita ataupun anak muda seumuran Eril yang kerap over dalam 'membuka diri' ke khalayak umum dan seringkali merasa penting untuk mengabarkan keseharian, bahkan aktivitas yang sama sekali tak penting untuk orang ketahui. Berjuang dalam kesunyian tanpa riuh publikasi, barangkali itulah yang ditempuh oleh kedua almarhum selama ini. Beliau berdua telah menyajikan segudang prestasi tanpa niat mengukir nama; tanpa jepretan kamera. Ada banyak hal yang memang boleh dan sah saja untuk disiarkan, tapi boleh juga memilih diam-diam. Eril dan Buya patut dijadikan cermin kebersahajaan dalam bermedia (sosial).

Editorial Kewafatan “Biasa” dan “Luar Biasa

     Berbeda dengan pemberitaan atas wafatnya sang Guru Bangsa yang cenderung “tenang”, setidaknya terjadi pada sepanjang dua pekan terakhir di bulan Juni 2022, jagad media mainstream Indonesia cukup riuh oleh berita atas insiden wafatnya Eril. Hal ini berdampak cukup luas terhadap atensi publik. Tak hanya simpati dan empati, curiosity juga mendasari berbagai bentuk sorotan masyarakat dan media terhadap isu ini. Tanpa diduga tiba-tiba banyak orang ikut merasa kehilangan atas kepergian Eril, anak sulung Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan mengekspresikannya di berbagai kanal sharing. Tak pelak 'Demam Eril’ pun seolah "menjangkiti" jagat publikasi massa di berbagai platform media mainstream, terutama yang berbasis internet. Persinggungan dan penekanan pada status ayahnya sebagai pejabat publik–yang bergulat dalam percaturan politik--menjadi keunikan tersendiri dalam pemberitaan. Menjadi bahan publikasi media adalah sebuah konsekuensi logis yang tak terelakkan bagi sosok public figure, baik terjadi secara natural maupun by design; organik atau berbau rekayasa. Insiden kecelakaan wisata yang melibatkan anak seorang pejabat negara tentu akan menjadi perhatian khusus bagi netizen, terlebih lagi awak media, apalagi jika ditambah bahwa pejabat yang bersangkutan menginfokan ihwal peristiwa yang berkaitan dengan namanya kepada khalayak ramai: menggemakan semacam “press release”. Suatu berita memang seringkali meluas karena unsur 'keluarbiasaan', juga sering menonjolkan unsur ‘siapa’ ketimbang berbagai unsur lainnya. Dalam hal musibah yang menimpa Eril, seremonial-editorialnya pun lebih banyak dilakukan dan “diambil alih” oleh media massa ketimbang keluarga yang bersangkutan.

Fakta Krisis Keteladanan Bermedia

        Tanpa bermaksud mengecilkannya, kejadian yang menimpa almarhum Eril yang kemudian menjadi duka bagi kita semua barangkali belum masuk dalam kategori